Mendekati Nol

2013. Kabar gembira saling menyahut.

Kawan diwisuda, sahabat mendapat promosi, rekan berbisnis cemerlang, kerabat menikah. Berada diantara mereka membuat saya bangga; Ucapan kagum, doa dan pujian mengalir didapat. Sungguh, sukses dan bahagia begitu dekat selama semangat optimisme untuk maju ada.

Sedemikian kecil sehingga mendekati nol…

Omong-omong tentang pujian, bagi sebagian, itulah motif melakukan pekerjaan—untuk mendapat pengakuan dari orang lain. Saya pun pernah, dan senang, mendapat pujian. Sialnya, pujian itu cenderung membuat ketagihan.

Tapi, akhir-akhir ini saya merenung pantaskah saya menerima pujian seperti karib kerabat di atas?! Sebelum ke kantor, setiap pagi istri membantu menyiapkan diri; Doa ibu dan ayah menyertai; minimal seminggu sekali penjaga SPBU melayani; kalau apes tukang tambal ban siaga menambali. Apalah saya tanpa tukang itu, pasti tidak akan sampai saya ke tempat tujuan.

Setiap jiwa besar, mengapresiasi bahwa kesuksesannya tidaklah hanya tentang dirinya. Tapi tentang spektrum yang lebih luas yang membantu, menyokong dan mengajari mereka—individu-individu yang mentoleransi kesalahan mereka dan memperlihatkan cara yang lebih baik.

Betapapun harum, sungguh egois kalau penghargaan yang didapatkan tidak disematkan ke orang-orang tersebut. Orang tua, istri/suami, hingga tukang tambal ban. Begitu banyak yang harus kita bagi sehingga bagian untuk kita menjadi kecil. Dalam bahasa matematis, begitu kecil sehingga mendekati nol. Nol atau tidak ada bagiannya ya sama saja.

Tidak perlu melakukan sesuatu untuk mendapat pujian manusia. Apalagi hitungan dengan Yang Maha Menghitung.

Yakinlah bahwa dengan niat yang benar, usaha yang tuntas dan bumbu ambisi yang pas, Tuhan akan mengabulkan kebutuhan kita. Tidak selamanya keinginan, namun kebutuhan kita. Itu sangat cukup dan menenangkan.

Segala puji hanya untuk Tuhan semesta alam.

Salam,

WDP